menonton film “the freedom writers” membuatku mengerti akan satu hal dalam dunia pendidikan dimana aku akan berkecimpung jauh lebih dalam di dunia itu. satu hal yang kadang tidak kita sadari, bahwa peubahan terjadi di dalam kelas, dimana seorang guru mampu memberikan dorongan yang luar biasa kepada anak didiknya. seorang guru yang mengajar dengan hati, bukan dengan pengetahuan yang dimilikinya.
sebagai seorang mahasiswa pendidikan, banyak sekali teori, aturan dan etika yang harus dipenuhi saat mengajar di dalam kelas, bagaimana cara membangun wibawa di dalam kelas agar dihormati oleh para murid-muridnya dan menjaga jarak agar tetap mempunyai karakteristik. selama ini saya selalu bertanya tentang motto “berkarakter kuat dan cerdas”. apa yang dimaksud dengan berkarakter kuat? apakah itu berarti seorang guru yang saklek dnegan semua peraturan di dalam sistem pendidikan dan mempunyai wibawa di hadapan murid-muridnya dengan memberikan batas yang amat sangat jelas antara guru dan murid?
jelakan padaku apa yang dimaksud dengan ‘berkarakter kuat’?
banyak orang yang memprotes dan mengkritik bagaimana sistem pendidikan dan administrasinya selama ini berjalan. namun ketika mereka pada akhirnya berkecimpung di dalam sistem yang mereka kritik habis-habisan itu, mereka mengakui bahwa tidak bisa mengubah atau keluar dari sistem itu ketika sudah masuk di dalamnya.
jika film ‘the freedom writers’yang diangkat dari kisah nyata seorang guru bernama Erin Gruwell yang memulai mengajar di Woodrow Wilson High merevolusi kegiatan pembelajaran di tengah-tengah konflik antar ras yang sangat mencekam di Amerika pada tahun 1994. ia mengajar di sebuah kelas yang berisi anak-anak berandalan dari berbagai ras di Amerika; orang kulit putih, kulit hitam, china, kamboja bahkan yahudi. kebanyakan dari mereka mempunyai kemampuan yang buruk dalam membaca dan menulis serta memiliki latar belakang yang bermasalah. membunuh, dipenjara, terkena tembakan, perkelahian antar gang sangat erat dengan kehidupan mereka. bisakah kita bayangkan bagaimana jika kita yang mengajar kelas seperti ini? entahlah dengan kita, namun Erin Gruwell telah membuktikan ia bisa membuat mereka menjadi anak-anak yang tadinya mempunyai harapan kosong dan tidak bertujuan menjadi anak-anak dengan tujuan hidup dan harapan yang tinggi yang lebih peka dengan penderitaan dan toleransi antar ras.
Jika Ms.G, begitu sapaan akrab murid-muridnya mampu menerjang sistem yang ada di dalam sekolah itu meskipun banyak sekali yang menentangnya bahkan suami yang awalnya sangat mendukung pada akhirnya memilih cerai karena merasa dinomor duakan oleh Ms.G, ia tetap terus berjuang agar anak-anak didiknya selalu mendapat suntikan motivasi dan tidak sedikitpun menampakkan raut wajah kesedihannya di hadapan para murid.
sebuah sistem pendidikan hanya akan menjadi teori tidak bisa menjadikan anak didik lebih baik dan bertujuan. oleh karena itu sistem dan kurikulum yang sudah tersusun dengan rapi yang pada dasarnya mempunyai tujuan mulia, semoga dapat kita laksanakan dengan baik agar pendidikan menghasilkan anak-anak yang cerdas dan luar biasa dalam bidangnya, bukan hanya dalam bidang akademik.
‘the freedom writers’ mengajarkan pada kita bahwa ‘mengajar dengan hati’ adalah sebuah pekerjaan yang mulia, bahkan akan mengubah kehidupan suatu bangsa jika di dalam kelas-kelas terdapat guru yang luar biasa yang mampu memberikan perubahan nyata pada diri anak didiknya dengan menggunakan daya anak didik itu sendiri untuk maju. yang mampu meluluhkan tembok ras yang menjulang tinggi di tengah-tengah konflik.
‘the freedom writers’ saya anjurkan untuk ditonton bagi teman-teman calon guru dan bapak/ibu guru.
11 responses to “Teach with Your Heart^^”
Maulana Kurnia Putra
Maret 19th, 2011 pukul 11:45
saya juga menyarankan untuk menyimak film dengan judul The Dead Poet Society (1991).
Mb, sebelumnya saya minta maaf. Saya hanya ingin bercerita tentang pengalaman ketika mengikuti kompetisi Mawapres (Mahasiswa di-Press) kemarin. Saya menulis paper tentang Historigrafi Pendidikan Indonesia, yah sekedar untuk tadzkiroh kita semua, terutama untuk dosen-dosen penguji saat itu. Kerja tafsirku berhenti pada dua buah kesimpulan, pertama adalah Quo Vadis pendidikan kita? atau Kemanakah kita akan melangkah? yang kedua adalah perubahan yang membutuhkan uswah dari mereka, pendidik.
Lantas, tanggapan mereka apa? yah, mereka bertanya, apa solusi yang saya tawarkan dalam penulisan paper itu, karena memang, paper mawapres harus model solutif praktis. Saya menjawab, tidak ada model solusi yang saya tawarkan, saya hanya menarasikan sesuatu. dan juga, memang, saya sengaja menulis di luar struktur baku penulisan. Hal ini mulai menyulut api di ruang sidang itu. Pertanyaan kedua adalah, apa nilai-nilai yang dapat diambil dari historiografi pendidikan Indonesia? Saya menjawab, dengan mengutip Selo Soemardjan, bahwa hanya pendidik sekuler yang pamrih mencari penghidupan dari mendidik. apa yang terjadi dengan mereka? para penguji terdiam tidak menanggapi jawabanku. Lantas, tanggapan ketiga dari penguji adalah perubahan tidak dimulai dari pendidik, karena pendidik masuk dalam sistem baku dari negara.
Bayangkan mb, kasian sekali ketika nalar kesadaran pendidik menjadi terkungkung dalam sebuah mekanisme alot bernama kurikulum!!! dalam hati saya, dasar munafik…
Lantas, akankah idealisme calon-calon pendidik akan tetap memberi sebuah resistensi terhadap kemunafikan, atau sekedar nantinya ikut dalam siklus produksi sebuah pabrik intelektual yang kehilangan jati diri? Waktu yang akan menjawabnya..
Dan taukah, yang menjadi Mawapres hanya sekedar re-write sebuah laporan penelitian… Sebuah kebanggaan bahwa memang benar, pendidik kini telah berubah menjadi seorang Mandor dalam pabrik intelektual yang mengeliminasi proses-proses humanisasi. Matursuwun
kaoru cantik
Maret 21st, 2011 pukul 12:27
wah saya pusing mas baca komentmu..hehe tapi terimakasih sekali sudah memberi asupan wawasan…semoga kami sebagai calon pendidik tidak melupakan hakekat pendidikan sebagai agen perubahan dan tidak terjebak dalam arus komersialisasi pendidikan serta menjadi pendidik bagi anak-anak didik yang spesialll
Maulana Kurnia Putra
Maret 19th, 2011 pukul 11:52
Dari Pak Harfan Dan Bu Mus
(Sebuah Intropeksi Diri)
12 Des 2009
Sebentuk kebanggaan seorang yang memiliki hati
Hati yang tertanam pada pilar baca dan tulis
Pilar-pilar pengetahuan
Dan selembar kertas kosong yang hendak diisi
Bukan benar dan salah
Tapi kertas itu akan berisi
Cerita tentang kebaikan dan keburukan
Mengapa demikian?
Karena memang kini batas kebaikan dan keburukan adalah abstrak
Bu Mus …
Maukah engkau mengajari kami tentang arti keikhlasan?
Menggores kertas dengan hati
Yang tidak hanya melihat sistem sebagai sistem
Yang tidak melihat pengabdian sebagai pekerjaan
Melainkan dengan hati
Menciptakan sekolah yang diimpikan anak-anak
Di sekolah laskar pelangi
Sepuluh anak menemukan mimpi mereka
Mimpi-mimpi yang akan dipeluk Tuhan esok hari
Akankah kita mengubur impian anak-anak kita
Dengan sebuah kesombongan dan materi?
Kalimat bijak dari seorang pengabdi
“Seorang guru pemberi pemahaman dan pembuka tabir ilmu pengetahuan,
mengajarkan melihat alam semesta sebagaimana adanya
Membiarkan Tuhan tetap hidup di hati muridnya
Guru bukan hanya sekedar sebuah profesi tetapi pengabdian
Ya, Pengabdian…”
Bu Mus punya itu…
Pun Pak Harfan
Bagaimana dengan Anda, saya, dan mereka?
Saya hanya punya kepedulian untuk perubahan
Menggali hati Anda, mengajak Anda untuk berbicara pada hatimu
Sudahkah kita mengabdi?
Benar-benar mengabdi
Lalu selembar kertas tadi
akan terukir kebaikan,
Kebaikan yang murni dan tulus
Sehingga dia akan melihat semua yang tertulis dan terbaca
dengan apa adanya
Sebuah Pengabdian, Guru…
Ketika aku tertatih, merangkak, dan meraba
Huruf demi huruf, terbaca juga akhirnya
Lalu belajar berhitung, terhitung juga akhirnya
Seorang guru yang aku panggil
Kaptenku, oh Kaptenku..
Kenapa?
Karena beliau memandu
Saya dan teman-teman ke pulau baru
Penuh kejutan!!!
Alam semesta yang sebagaimana adanya
Keagungan Tuhan, dan ide-ide gila kami tercecer di sana
Kaptenku berkata, buat peta hidup kalian, peta menuju ke pulau itu
Buat dengan hati,
Tinggalkan jejak yang terlihat
Jangan buat tersesat
Kaptenku tak hanya mengantar
Dia membuatkan tempat untuk kami
Berbagi bekal dan oleh-oleh selama perjalanan
Kaptenku tidak bertanya apa kita akan menemukan harta karun
Apa kita akan mendapat ikan-ikan segar
Dia hanya bertanya masih adakah pulau baru untuk kapal baru
Dia hanya memikirkan perjalanan menuju pulau baru
Biar hiu menancapkan taring di tangannya
Ketika itu dia sedang mencicipi garam kehidupan
Dia tetap meradang menerjang
Kaptenku? Masihkan ada di hati Anda?
Anda, wahai Guru?
Dari
Seorang dengan keimanannya yang diujung tanduk
Ini adalah sebuah puisi yang di buat ketika Komunitas Baca Akar Bambu Gemolong masih tetap dalam gelimang ide dan gagasan dulu.
Atau bacalah sebuah puisi dari Prof. Koentjaraningrat ini:
Ketika budaya negeri sendiri diacuhkan
Terdapat kenyataan pahit yang terpatri di hadapan
Melepas pakaian sendiri tanpa repot dilucuti
Hingga berakhir pada tangis penyesalan diri
Itulah Indonesiaku kini…
navita hani
Maret 20th, 2011 pukul 11:29
aku turut senang film yang ku rekomendasikan padamu dapat pula menginspirasi. mungkin aku adalah orang yang paling tidak sepakat dengan anjuran dosen kita bahwa guru harus terlihat wibawa dan menjaga jarak dengan murid seperti yang pernah ku katakan padamu dila…mungkin teorinya demikian tapi itu hanya sebuah teori bila kita benar2 memahami alur cerita film ini dila….
walau itu hanya film, namun film tersebut adalah film yang d angkat dari kisah nyata…’kelas sukses’ dan jauh dari teori dan kurikulum. hehe…..mari ajak teman kita yang cagur untuk menonton film ini…
kaoru cantik
Maret 21st, 2011 pukul 12:25
semoga kita menjadi seorang pendidik yang spesial untuk anadk didik yang spesial..dan setiap anak spesial^^
Maulana Kurnia Putra
Maret 21st, 2011 pukul 13:04
Saya tunggu 2 Mei esok. apakah akan ada kesadaran otokritik? Refleksi dan empati dari rekan-rekan calon pendidik…. Karena sungguh, walaupun hanyalah hasil kontemplasiku, jika pemaknaan tentang guru dipahami dengan baik, maka FKIP tidak akan seramai sekarang ini.
kaoru cantik
Maret 21st, 2011 pukul 16:55
hehehehe…. once more: komersialisasi pendidikan mas…
Maulana Kurnia Putra
Maret 22nd, 2011 pukul 08:11
memang enak jadi abu-abu
kaoru cantik
Maret 23rd, 2011 pukul 07:36
tergantung…hehe
Ratna Dewi Kencana
April 21st, 2011 pukul 01:49
setujuu bgt mbk , film ini sangat bagus dan memberi motivasi untuk yg ingin menjadi guru ..
(bingung mau nulis apa jadi gini aja deh ya mbk hahaha)
kaoru cantik
April 28th, 2011 pukul 13:59
hehehe iya sayang..makasih komentarnya ya..sip sip…